Wednesday 22 July 2009

Menyulap Lahan Terlantar Menjadi Kebun Buah Tropika

Sejauh mata memandang kadang terlihat hamparan lahan rawa yang luas. Ujung
lahan tersebut bagaikan berdinding kaki langit.. Pemandangan lahan terlantar
yang sanga luas seperti itu juga ditemukan di Desa Lamunti B-2 Kecamatan
Mentangai Kabupaten Kapuas , tepatnya di lokasi eks Proyek Lahan Gambut
(PLG) sejuta hektar. Ketersediaan airnya melimpah, topografi relatif datar,
sarana transportasinya cukup memadai baik melalui darat maupun dengan
sungai. Tentunya kawasan tersebut sangat prospektif untuk pengembangan
usahatani dalam skala luas.


Lahan terlantar tersebut merupakan potret terkecil dari sekian luas lahan yang
belum dimanfaatkan secara optimal di tanah air, terutama pada lahan rawa
pasang surut. Khususnya pada lokasi eks PLG ini, lahannya didominasi oleh
tanah sulfat masam dan gambut atau campurannya. Kesuburan kimia dan
fisiknya sangat rendah, yaitu kemasaman tanah sangat tinggi (pH 3,8-4),
kesediaan hara rendah dan apa adanya senyawa yang bersifat racun, terutama
pirit. Pengolahan yang terlalu dalam berakibat terusiknya kandungan pirit yang
dapat menyebabkan kematian tanaman dan ikan-ikan disekitar perairan tersebut.
Drainase yang berlebihan akan mengakibatkan tanah mengering permanent dan
mudah terbakar di musim kemarau serta akan mengalami penurunan permukaan
sejalan dengan pertambahan waktu.

Setahun yang lalu Badan Penelitian Tanaman Buah Tropika diberi kesempatan
untuk melakukan penelitian sesuai dengan mandatnya yang dikoordinir oleh
Balai Besar Sumber Daya Lahan. Melihat karakteristik tanah, kendala dan
potensi lahan, pengembangan pisang dan pepaya berpeluang besar bila dikelola
dengan baik. Perlakukan yang menjadi prioritas untuk memperbaiki produktifitas
lahan adalah menurunkan kemasan tanah ke ambang yang tidak berbahaya bagi
kedua komoditi tersebut, yaitu pada kisaran pH 5,5 hingga 6,5. Bahan yang
harus digunakan untuk menaikan pH tanah tentunya harus murah harganya,
mudah didapat dan implementasinya bagi petani tidak rumit. Abu Sekam padi
adalah salah satu limbah pertanian yang cukup efektif untuk menaikan pH tanah.,
yaitu setiap tanaman pisang hanya membutuhkan 20 kg abu sekam padi dan
stara manfatnya dengan menggunakan 300 g kapur dolomite. Abu sekam padi
berfungsi tidak hanya dalam menaikan pH tanah, tetapi juga berperan dalam
mensubstitusikan kebutuhan kalium bagi tanaman. Di samping menurunkan
kemasaman pada tanah, penambahan hara melalui pupuk sangat menentukan
pertumbuhan pisang dan pepaya. Mengkondisikan pH tanah ke level yang aman
belum memadai bagi pisang dan papaya apabila pemupukan di abaikan.

Dari sekian banyak macam hara yang diperlukan tanaman, ternyata kesedian
kalium yang rendah menjadi kendala bagi pertumbuhan pisang dan pepaya di
lahan rawa pasang surut. Hal ini terlihat dari penampilan pertumbuhan pisang
dan pepaya yang sangat merana apabila tanpa diberi pupuk kalium.

Perlakuan yang diberikan akan sia-sia apabila permukaan air tanah tidak
dipertahankan sekitar 30 hingga 75 cm dari permukaan tanah. Kedalaman muka
air tanah dibawah 30 cm akan menyebabkan busuknya akar papaya dan dalam
waktu yang tidak terlalu lama akan mati, sedangkan bagi pisang aan tumbuh
merana dan tidak akan menghasilkan buah. Apabila kedalaman air tanah diatas
75 cm, akan menyebabkan tanah terlalu kering terutama pada musim kemarau.
Struktur tanah menjadi padat dank eras meskipun dalam waktu tertentu di guyur
oleh air hujan. Perakaran tanaman akan menjadi sulit berkembang, disamping
diskibatkan oleh oleh struktur tanah yang padat, kemungkinan juga disebabkan
oleh perakaran tanaman mengalami keracunan pada sat terjadinya oksidasi pirit.

Belum genap satu tahun, hamparan alang-alang dilahan terlantar, seluas 2
hektar telah hijau dengan tanaman pisang dan pepaya. Malah pada umur 8
bulan, pisang kepok yang ditanam pada lahan tersebut telah mengeluarkan
jantung sebagai pertanda lahan terlantar tersebut bersedia di produktifkan.serta
kualitas buahnya tidak kalah jauh dari tanam pada lahan subur.

Upaya untuk mendapatkan teknologi perbaikan produktifitas lahan terlantar,
khusunya pada lahan rawa pasang surut dengan tanaman buah secara
menyeluruh, sangat memerlukan kesinambungan penelitian minimal tiga tahun
lagi. Sehungga upaya meningkatkan produktifitas lahan tidak hanya nostalgia
belaka, yaitu menyulap lahan terlantar selama delapan bulan ddengan tanaman
buah, namun dalam jangka panjang produktifitas lahan tersebut hendaknya
bekelanjutan. Tentunya harapan tersebut harus di dukung teknologi yang
tangguh, tidak hanya tangguh untuk skala penelitian tetapi juga layak diadopsi
petani untuk jangka waktu yang lama. Sehungga lahan terlantar tidak membuat
petaninya tertidur, penelitiannya terlantar di gemerlapnya dunia.

Martias, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika
Di muat di Sinar Tani, Edisi 9-15 April 2008

No comments: